DENPASAR— Pemprov Bali resmi melarang pementasan tari sakral Bali di luar kegiatan upacara adat masyarakat Hindu Dinas Kebudayaan Bali, I Wayan Kun Adnyana mengatakan, langkah ini dilakukan menyusul semakin banyaknya seni tari sakral yang banyak bergeser dan mulai dipentaskan untuk kepentingan fenomena tersebut menimbulkan keresahan dan keprihatinan di masyarakat terutama bagi para seniman, budayawan, pemuka adat karena bisa melunturkan nilai-nilai kesakralan, memudarnya keutuhan seni, aura magis, muatan taksu budaya Bali."Jadi upaya ini sebagai upaya untuk memberikan penguatan dan perlindungan terhadap tari sakral Bali," ujarnya saat ditemui di rumah jabatan Gubernur Bali Denpasar, Selasa, 17/9/2019. Surat keputusan bersama tersebut diketahui total ada 127 jenis tarian yang dilarang, namun kedepan tidak menutup kemungkinan bisa bertambah lagi sesuai dengan usulan Bali Wayan Koster menyebut seni budaya yang ada di Bali bukan seni biasa, melainkan berakar dari karya yang diciptakan untuk kepentingan upacara. Di mana kepentingan agama dan upakara agama dijalankan dengan satu tradisi adat istiadat yang juga diisi dengan unsur seni. Baca JugaMotivasi Penari Bali Lestarikan Budaya Pulau DewataEmpat Tradisi Denpasar jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia "Itulah kelebihan kita di Bali, ada gamelan serta tarian. Tariannya bersifat sakral karena dipentaskan saat ada upacara agama,” menegaskan, masyarakat juga perlu memahami pentingnya hal ini, dan memang harus dijaga bersama kesakralannya, sebagai suatu karya kreatif yang dibuat untuk upacara keagamaan, adat, agama dan budaya dalam satu juga menampik bahwa langkah ini sebagai upaya untuk mengekang kreativitas, seniman yang ada di Bali. "Silahkan berkreasi dengan berbasis kepada seni tradisi sakral, namun tentu dibedakan dari garapan dan kemasannya. Namanya pun beda. Ini semata-mata untuk kepentingan penguatan kesakralan tari tradisi kita, agar kita punya pagar’ untuk mengontrol hal tersebut. Mudah-mudahan ini jadi langkah penting kita untuk memajukan kebudayaan di Bali," itu, rektor institut seni indonesia ISI Denpasar I Gede Arya Sugiartha menyebut daftar tarian yang disakralkan tersebut sudah melalui kajian antara lain melibatkan tim dari ISI Denpasar, dinas Kebudayaan provinsi Bali serta majelis pertimbangan dan pembinaan kebudayaan Listibya menuturkan, kedepan tetap diperlukan kegiatan sosialisasi terkait kesepakatan ini agar tidak terjadi salah pemahaman masyarakat."Sekali lagi ini bukan mengekang kreativitas, namun upaya untuk mendudukkan seni sakral ini di tempat yang semestinya. Unsur nilainya bisa berkembang lagi di masyarakat,” tarian sakral yang disusun tersebut berdasarkan kepada rumusan di tahun 1971 dengan klasifikasi bertajuk Wali, Bebali dan Bali-Balihan’ yang diartikan sebagai wali sakral atau bebali upacara dan balih-balihan hiburan. Tari wali dan bebali dapat ditarikan di tempat dan waktu tertentu. Tari wali dipentaskan di halaman bagian dalam pura dan tari bebali di halaman tengah sehingga dapat dikategorikan sebagai tarian sakral. Sebaliknya tari balih-balihan ditarikan di halaman luar pura dalam acara yang bersifat hiburan lebih ditekankan kepada sisi artistiknya dan bisa dipentaskan di tempat lain, untuk pariwisata dan Wali, Bebali dan Bali-Balihan’ tersebut sudah dienkripsi oleh UNESCO sehingga wajib adanya untuk dilestarikan dan dijaga lebih kuat terhadap perubahan-perubahan zaman. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini bali tarian
2 Tari Kecak. Tari kecak merupakan sebuah tarian dari daerah Bali. Tari kecak menjadi sebuah ciri khasi dari daerah Bali. Cerita didalam tari kecak adalah tentang Ramayana, yang mana penarinya biasanya laki – laki. Tari kecak merupakan karya dari Wayan Limbak dan walter spies yang merupakan seorang pelukis dari Jerman pada tahun 1930-an.
Tari merupakan seni yang dipersembahkan kepada Sang ANTARA News - Bali tiada hari tanpa alunan musik gamelan melengkapi kegiatan ritual yang digelar masyarakat Pulau Dewata maupun mengiringi kelincahan dan olah tubuh sang penari. Musik dan tari ritual itu yang membuat Bali mampu memberikan daya tarik sekaligus kesejukan kepada setiap masyarakat, termasuk wisatawan dalam menikmati liburan ke Bali. Adat, budaya dan agama di Bali menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan memberikan makna dalam tata keagamaan masyarakat Hindu di Pulau Dewata, tutur dosen Institut Hindu Dharma Negeri IHDN Denpasar, Dr I Wayan Suarjaya, Mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama itu menjelaskan, aktivitas keagamaan secara umum yang nampak hanya ia menilai, pada kenyataannya seperti kegiatan ritual "piodalan" di Pura, misalnya yang pertama dilihat adalah budaya berupa, seni karawitan, seni tari, seni kidung dan rangkaian janur banten. Seni budaya selalu mengiringi kegiatan keagamaan baik dalam bentuk "Panca Yadnya", yang dikemukakannya, maupu aktivitas keagamaan lainnya. Seni tari merupakan aktivitas masyarakat yang menunjang kegiatan keagamaan dan budaya masyarakat. Seni pada awalnya tumbuh sebagai kreativitas yang dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sanghyang Widhi sebagai wujud bhakti. Seni tari merupakan bagian dari hasil kreativitas budaya yang dijiwai oleh nilai-nilai agama. Seni sakral merupakan karya seni yang berkaitan dengn aktivitas keagamaan yang mempunyai nilai filosofis tinggi, yakni suatu kekuatan magis religius yang berkaitan dengan upacara keagamaan, tutur pria kelahiran Tabanan 3 Mei 1952 atau 61 tahun yang silam. Oleh sebab itu, ia menyatakan, seni sakral hanya dipentaskan pada waktu tertentu, yaitu hari-hari yang ada hubungannya dengan upacara merupakan seni yang dipersembahkan kepada Sang Pencipta, sebagai penghormatan tertinggi kepada itu, tari juga estetika budaya yang dibingkai oleh religiusitas Hinduisme sehingga tetap menarik untuk dinikmati dan dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Dengan demikian, agama dan kehidupan adat istiadat di Bali secara tidak langsung dapat menumbuhkan perasaan seni yang sangat mendalam pada masyarakat, terutama dalam bidang seni gamelan, seni tari, seni lukis, seni pahat dan seni hias. Kesenian apa pun, menurut Suarjaya, bentuknya pada dasarnya merupakan hasil altivitas budaya dalam wujud ekspresi dan kreativitas seniman. Seni merupakan hasil olah rasa, cipta dan karsa seniman, kesenian tidak akan bisa dilepaskan dari ikatan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kaitan ritual Suarjaya, alumnus program master dan doktoral di Universitas Indonesia UI, mengungkapkan bahwa berbagai jenis kesenian hasil kreativitas masyarakat Bali yang diwarisi secara turun temurun umumnya mempunyai kaitan erat dengan kegiatan ritual keagamaan yang dianut masyarakat setempat. Oleh sebab itu, ia menyatakan seni, khusus tabuh dan tari, banyak dikaitkan dengan pemujaan maupun kegiatan adat dan ritual yang menggelar upacara Dewa Yadnya misalnya, sering kali mengiringinya dengan menentaskan tari pendet, rejang, baris dan sejenisnya. Sedangkan, dikemukakannya, upacara ngeruwat melukat biasa dipentaskan wayang sapuleger, maupun wayang lemah. Oleh karena itu, banyak hasil kreativitas kesenian yang ditujukan untuk suatu pemujaan tertentu, atau sebagai pelengkap dari pemujaan tersebut. Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional juga berkembang seni pertunjukkan yang sifatnya memberikan hiburan atau menghibur masyarakat dan pelancong melalui kebebasan berekspresi. Kesenian, dinilainya, adalah sebuah ekspresi yang memancarkan naluri seseorang dalam menggelutinya, sehingga menimbulkan rasa estetis, baik bagi pencipta, pelaku, maupun penikmatannya. Ia mengemukakan pula kesenian pada dasarnya berfungsi untuk menghaluskan jiwa, sekaligus untuk kepentingan adat, budaya dan agama peristiwa multidimensional. Semua itu bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai budaya tradisi Bali, terutama nilai-nilai estetika melalui berbagai sajian kesenian dalam bentuk aktivitas keagamaan dan budaya di Pulau Dewata. Masyarakat Bali mewarisi aneka ragam jenis kesenian, mulai seni yang bersipat profane hingga seni yang bersifat sakral. Tari profan atau bukan sakral bisa disewa. Berfungsi sebagai hiburan atau pendukung dari suatu acara tertentu. Tidak mesti menggunakan peralatan atau perlengkapan tertentu yang bersifat sakral, menurut dia, karena kesenian Bali digolongkan menjadi tiga, yakni seni wali, bebali dan balih- sundaram keindahan. Sedangkan seni sakral tidak dapat digunakan sembarangan kesakralan sebuah tarian dalam kegiatan keagamaan, ada beberapa ketentuan dalam menjadikan tarian tersebut menjadi sakral. Pertama, dari segi upacara keagamaan, artinya setiap kegiatan mulai dari memilih bahan seperti kayu untuk topeng tapel harus memilih hari yang baik dan upacara yang dari segi penarinya, ada sebuah tarian harus dipentaskan atau dilakukan oleh orang yang dianggap masih suci artinya orang yang belum pernah kawin deha, dan ketiga menyangkut hari pementasannya memilih hal dewasa yang baik. Tari sakral, Suarjaya, adalah tari yang dipersembahkan kehadapan Ida Betara atau Hyang Kuasa dengan ritual tertentu pada hari tertentu untuk aktivitas keagamaan dan budaya, sehingga upacara bisa berhasil dengan sempurna Sidha Karya. Dengan demikian para Dewa berkenan memberi berkah berupa kesejahteraan jasmani dan rohani atau skala dan niskala, misalnya barong yang ada di pura diberi persembahan puja wali ritual dan disolahkan atau ditarikan pada saat Piodalan atau karya tertentu adalah suatu hal yang sakral. Kesakralan, dinilainya, akan terkait dengan sebuah ritual tertentu. Sakral atau tidaknya suatu tarian atau pertunjukkan seni dapat diukur dari beberapa kategori umum seperti tari sakral tidak pernah diupah atau disewa untuk suatu pertunjukan hiburan atau itu, ditambahkannya, juga berfungsi sebagai pelaksana atau pemuput karya, membawa atau menggunakan suatu perlengkapan atau peralatan yang yang akan menari adalah orang pilihan. Baik itu secara skala melalui pilihan dan persetujuan dari masyarakat pendukung, demikian Wayan I Ketut SutikaEditor Priyambodo RH COPYRIGHT © ANTARA 2013 1UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SENI TARI PADA SISWA SMP MELALUI KEGIATAN APRESIASI SENI Herlinah FBS Universitas N Home; Add Document; 1 UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SENI TARI PADA SISWA SMP MELALUI KEGIATAN APRESIASI SENI Herlinah FBS Universitas Negeri Yogyakarta Abstract This Author: YulianiSeni budaya, adat dan agama yang dianut sebagian besar masyarakat Bali merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan memberikan arti, fungsi dan makna dalam tata keagamaan di Pulau Dewata. Aktivitas ritual secara umum yang nampak adalah budayanya, seperti pada saat piodalan di Pura, baik seni sastra, seni tabuh kerawitan, seni tari, seni kidung dan merangkai janur jejahitan banten. Seni budaya memang selalu mengiringi aktivitas ritual baik dalam bentuk Panca Yadnya, maupun keagamaan lainnya, sehingga seni tari menjadi aktivitas yang menunjang kegiatan keagamaan dan budaya masyarakat di Bali. Tumbuhnya seni budaya pada awalnya merupakan kreativitas yang dipersembahkan kepada Sanghyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud bhakti, tutur Dosen Institut Hindu Dharma Indonesia Negeri IHDN Denpasar Dr I Wayan Suarjaya, MSi. Mantan Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI itu menjelaskan, seni tari merupakan bagian dari hasil kreativitas budaya yang dijiwai oleh nilai-nilai agama. Seni sakral adalah karya seni yang berkaitan dengn aktivitas keagamaan yang mempunyai nilai filosofis tinggi, mengandung suatu kekuatan magis religius dan berkaitan dengan ritual. Seni sakral hanya dipentaskan pada waktu tertentu, yakni hari-hari yang mempunyai hubungan dengan ritual keagamaan tertentu. Seni tari pada awalnya merupakan seni yang dipersembahkan kepada sang Pencipta, sebagai penghormatan tertinggi kepada Tuhan. Gerak tari yang menyuguhkan estetika budaya dalam bingkai religius Hindu tetap menarik untuk dinikmati, sehingga Bali sebagai daerah tujuan wisata itu mampu menarik perhatian wisatawan dalam dan luar negeri. Dr I Wayan Suarjaya yang juga pengurus komunitas pengkajian agama, budaya dan pariwisata Bali menjelaskan, kegiatan ritual dapat menumbuhkan perasaan seni yang sangat mendalam kepada masyarakat yang mendalami bidang seni pahat, gamelan, lukis, tari dan seni hias. Kesenian apa pun bentuknya pada dasarnya merupakan hasil aktivitas budaya dalam wujud ekspresi dan kreativitas seniman. Seni hasil olah rasa, cipta dan karsa seniman, kesenian tidak akan bisa dilepaskan dari ikatan nilai-nilai luhur budaya senimannya. Dengan demikian menjadi sebuah ekspresi yang memancarkan naluri seseorang dalam menggelutinya, sehingga menimbulkan rasa estetis baik kepada pencipta, pelaku, maupun penikmatannya. Sentuhan seni yang mampu menghaluskan jiwa, sehingga kegiatan adat, budaya dan agama yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun mampu menanamkan nilai-nilai budaya tradisi Bali. Kerinduan Ingin Bertemu Dr I Wayan Suarjaya, pria kelahiran Tabanan itu menjelaskan, dalam aktivitas keagamaan dan budaya mengandung rasa bhakti dan pengabdian sebagai wujud kerinduan ingin bertemu dengan sumber seni itu sendiri. Seniman ingin menjadi satu dengan seni itu sesungguhnya setiap insan di dunia ini adalah percikan dari seni. Melalui sifat religius masyarakat dan ajaran agama yang universal dan semua penganut dapat mengekspresikan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahkan berbagai gerakan tari dikaitkan dengan pemujaan serta bentuk dan fungsi ritual yang dilaksanakan seperti ritual Dewa Yadnya dengan mementaskan tari Pendet, Rejang, Baris dan sejenisnya, Sedangkan untuk ritual ngeruwat melukat mementaskan kesenian wayang Sapuleger dan wayang Lemah. Dengan demikian banyak tumbuh berbagai jenis kesenian yang memang ditujukan untuk suatu pemujaan tertentu, atau juga sebagai pelengkap dari pemujaan tersebut. Selain itu juga berkembang seni pertunjukkan yang sifatnya menghibur. Melalui kebebasan berekspresi dalam rangka pemujaan maupun sebagai pendukung dari suatu ritual tertentu, maka di Bali ada digolongkan menjadi dua buah sifat pertunjukkan atau seni, yakni seni wali yang disakralkan dan profan yang hanya berfungsi sebagai tontonan atau hiburan. Seni tari dalam perspektif Hindu di Bali mempunyai kedudukan yang sangat mendasar, karena tidak dapat dipisahkan dari aktivitas keagamaan dan budaya masyarakat di Bali. Tempat suci pura maupun candi yang dibangun begitu indahnya sebagai ungkapan rasa estetika, etika, dan sikap relegius masyarakat. Seniman pregina dengan penuh semangat "ngayah" atau menari tanpa pamerih mempersembahkan kesenian tersebut sebagai wujud aktivitas keagamaan dan budaya bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dr I Wayan Suarjaya yang pernah menjabat Ketua STAHN Denpasar yang statusnya kini ditingkatkan menjadi IHDN Denpasar itu menambahkan, aktivitas keagamaan dan budaya yang ditunjang oleh seni tari disebut dengan tari sakral. Tari sakral atau tari wali merupakan tari yang dipentaskan dalam rangka suatu piodalan atau yadnya dan penarinya disucikan secara ritual terlebih dulu. Kesucian tarian tersebut terdapat pada peralatan yang dipergunakan seperti tari pendet yakni pada "canang sari", "pasepan", dan "tetabuhan" yang dibawa. Demikian pula tari Rejang kesucian itu pada gelungan perhiasan kepala serta benang penuntun yang dililitkan pada tubuh penari khusus rejang renteng. Topeng Sidakarya pada bentuk tapel, kekereb, beras sekarura, dan lain-lainnya, mempunyai nilai-nilai filosofis yang tinggi. Kegiatan ritual yang disertai dengan topeng Sida Karya, sebagai simbul suksesnya kegiatan itu sida karya bermakna untuk menyempurnakan sebuah yadnya pengorbanan suci, tutur Dr I Wayan Suarjaya. LHS
Padasaat melakukan apresiasi, sebuah hasil karya musik dikatakan baik dan berkualitas, salah satunya adalah apabila . a. menggunakan nada-nada yang sulit . b. aransemen musik sangat susah untuk diikuti. c. memiliki pola nada dan irama yang menaik. d. mudah untuk disesuaikan dengan alat musik . e. tidak mudah untuk dilakukan perubahan
Dalam upaya pelestarian bahasa dan budaya Bali, kehadiran kamus seni tari Bali yang inovatif sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Berdasarkan latar dasar pikiran di atas, permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah 1 Bagaimanakah pengembangan kamus seni tari Bali dalam upaya pelestarian bahasa dan budaya Bali? dan 2 Mengapa pengembangan kamus seni tari Bali dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pelestarian bahasa dan budaya Bali? Berdasarkan analisis terhadap sejumlah data pustaka dan data di lapanan, dapat ditarik dua buah simpulan. Pertamapengembangan kamus seni tari Bali dapat dilakukan melalui penerapan model penelitian pengembangan yang diadaptasi dari pengembangan perangkat pembelajaran model 4-D, yang meliputi Define, Design, Develop, pada tahap define terdiri atas 1 melakukan analisis kebutuhan dengan mengadakan survai terhadap aneka kamus bahasa Bali, khususnya kamus seni tari; 2 mengumpulkan data mentah berupa kata-kata atau istilah-istilah seni dari berbagai sumber lisan dan tertulis dan ditulis ke dalam daftar kata; 3 melakukan klasifikasi data secara alfabetis kemudian menggabungkannya menjadi satu satuan daftar kata. Kegiatan pada tahap designperancangan terdiri atas 1 menyusun draf kamus dengan langkah-langkah 1 menyusun lema kata/istilah yang tergolong istilah seni tari Bali sesuai urutan abjad berdasarkan data yang sudah dihasilkandan 2melakukan rekaman gerak tari; 3 mendeskripsikan makna istilah tari Bali ke dalam bahasa Indonesia da bahasa Inggris;i; 2 Melakukan FGD untuk penyempurnaan draf kamus dengan mengundang 1 perwakilan dinas kebudayan provinsi dan kodya/kabupaten se-Bali, 2 pakar perkamusan dari unsur perguruan tinggi, 3 pakar media, 4 pakar budaya, 5 pakar seni tari dan 6 pakar bahasa bahasa Bali, bahasa Indonesia; 4 melakukan vaildasi ahli dengan mengundang pakar perkamusan, pakar bahasa Bali, pakar bahasa Indonesia, dan pakar bahasa Inggris; dan 5 menyusun draf Kamus Seni Tari Bali Berbasis Teknologi AndroidBali—Indonesia—Inggris hasil validasi ahli. Kegiatan pada tahap developdilakukan dengan langkah-langkah mengembangkan kamus baik dari segi kuantitas maupun secara kualitas; 2 melakukan FGD untuk mendapatkan masukan terkait dengan pengembangan di atas; 3 melakukan uji efektivitas kamus Kegiatas pada tahap disseminate meliputi distribusi kamus baik yang cetak maupun yang android. Kedua penyusunan kamus seni tari Bali dapat dijadikan sebagai salah satu upaya peletarian bahasa dan budaya Bali karena 1kamus ini memiliki beberapa kelebihan yaitu menggunakan media gambar; berbasis teknologi android; dan menggunakan tiga bahasa Bali, Indonesia, dan Inggris. Dengan menggunakan media gambar, makna suatu istilah tari akan menjadi semakin jelas. Dengan dua keunggulan ini, seseorang akan lebih mudah belajar tari Bali. Kedua keunggulan ini juga mampu memotivasi pembelajar tari di Bali, khususnya, untuk membaca kamus seni tari dan belajar tari Bali; dan secara tidak langsung dapat menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap bahasa Bali. Rasa cinta terhadap bahasa Bali sebagai salah satu cerminan sikap positif terhadap bahasa Bali merupakan modal utama untuk melestarikan bahasa Bali sekaligus budaya Bali. Hal ini bisa dipahami karena bahasa Bali merupakan salah satu unsur budaya Bali sekaligus pembentuk budaya Bali dan 2 Keberadaankamus seni tari semacam itu tidak hanya dalam rangka memperluas wawasan terhadap berbagai ungkapan simbolik seni budaya Bali, tetapi juga dalam rangka penguatan benteng budaya, pelestarian budaya, dan strategi budaya Bali. Hal ini terkait dengan keberadaan seni sebagai fenomena budaya yang dapat menginspirasi bagi pengembangan seni budaya dan pembentuk kepribadian masyarakat Bali. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the authors.... In learning Balinese dance, understanding and having knowledge about the terms of Balinese dance are very important to demonstrate dance movement correctly and steadily Suandi & Mudana, 2020;Subawa, 2018. In line with the explanation, when giving directions or discussing Balinese dance practices, Balinese dancers will use the terms of the dance. ...Ketut Catur Arya SacaniDewa Putu RamendraThe Cendrawasih dance typical Buleleng is a traditional Balinese dance from Buleleng, Bali. This dance has lexicons that can be found in its dance movements. However the Cendrawasih Dance at Buleleng is not widely known and has almost been forgotten, in addition it has been re-enacted. Furthermore, during dance practice, dancers changed some of the lexicons from Balinese to Indonesian. If these lexicons that use Balinese are rarely used , the language will experience extinction, and Balinese culture will be lost. Documenting and capturing the culture is one way to save it from extinction. This study aims to analyze the lexicons based on movements in Cendrawasih dance at Buleleng, along with the cultural meaning of the lexicons. This study was descriptive qualitative research using an ecolinguistics approach. The data were obtained through observation and interviews. The description of the lexicons that has been obtained was translated into English and then described. After that, lexicons that have cultural meanings will be described. The result found there are 26 lexicons related to the dance movements of Cendrawasih Buleleng. The lexicons are categorized into five types part of body movements, such as three lexicons in head movements, three lexicons in eye movements, nine lexicons in hand movements, nine lexicons in leg movements, and two lexicons in body movements. There are ten lexicons that have cultural meanings.... The tradition of storytelling that took place in the past is an attempt by parents to transfer knowledge, experience and morals to their children Hendriani, 2020;Sablez & Frances, 2020. It is in line with previous study stated the oral tradition of telling stories to Balinese people is an effort to convey good concepts that should be imitated and wrong concepts that should be avoided Suandi & Mudana, 2020. ...Ni Putu Parmini I Gede Bagus Wisnu Bayu TemajaIda Bagus Rai PutraI Wayan MawaThis study aimed to explore the Tri Hita Karana education contained in the I Bojog teken I Kedis Sangsiah the Monkey and the Streaked Weaver’ story and its implementation in the lives of the Ubud community. The data were collected from the documentation study and interviews with 62 people of Ubud. The researchers documented the synopsis of the story and analysed the implementation of the essence of the story in the everyday lives of the Ubud community. The results show that Tri Hita Karana education, based on the story, was that the Streaked Weaver believed in the existence of God. The element of human-to-human relations is shown when the Streaked Weaver was not happy to see the Monkey consumed other people’s fruits. The relationship between humans and nature is shown by the attitude of the Streaked Weaver, who got angry at the Monkey when he picked the fruits uncontrolled because it can harm nature conservation. The implementation is based on the story was also implemented by the Ubud community, like a ceremony that was carried out aimed at God Parahyangan. The harmonious relationship between the Ubud community and the tourists who visit Ubud Pawongan. The Ubud community preserved both plants and animals Palemahan. With the implementation of Tri Hita Karana education, the Ubud community believes it will significantly impact the realisation of community welfare. Hugeng HugengEdbert HanselWe have built an application of speech recognition for Indonesian geography dictionary based on Android operating system, named GAIA. This application uses a smartphone as a device to receive input in the form of a spoken word from a user. The approach used in recognition is Hidden Markov Model which is contained in the Pocketsphinx library. The phonemes used are Indonesian phonemes’ rule. The advantage of this application is that it can be used without internet access. In the application testing, word detection is done with four conditions to determine the level of accuracy. The four conditions are near silent, near noisy, far silent, and far noisy. From the testing and analysis conducted, it can be concluded that GAIA application can be built as a speech recognition application on Android for Indonesian geography dictionary; with the results in the near silent condition accuracy of word recognition reaches an average of in the near noisy reaches an average of in the far silent condition reaches an average of and in the far noisy condition reaches an average of D. JonesHarley HamiltonJames PetmeckyWe have built a functional prototype of a mobile phone app that allows children who are deaf to look up American Sign Language ASL definitions of printed English words using the camera on the mobile phone. In the United States, 90% of children who are deaf are born to parents who are not deaf and who do not know sign language [3]. In many cases, this means that the child will not be exposed to fluent sign language in the home and this can delay the child's acquisition of both their first signed language and a secondary written language [1]. Another consequence is that outside of school the child may not have easy access to people or services that can translate written English words into ASL signs. We have developed a prototype phone app that allows children who are deaf and their parents to look up ASL definitions of English words in printed books. The user aims the phone camera at the printed text, takes a picture and then clicks on a word to access the ASL definition. Our next steps are to explore the idea with children who are deaf and their parents, develop design guidelines for sign language dictionary apps, build the app using those guidelines and then to test the app with children who are deaf and their hearing Mei LiThe design and development process of electronic dictionary software on Android development platform was discussed in this paper. This application, using Android SDK and the Eclipse IDE to develop, is available in English translation, learning, testing, reviewing, attention book, import or delete dictionary, reciting English sentence and other functions. The software has built-in dictionaries, also allows users to import necessary dictionary to learn. The system uses Android integrated development interface of SQLite to store and retrieve vocabulary. The applications are developed based on Java language, and worked as expected on the FishmanThis paper addresses the impact of language loss on culture and the need for developing effective strategies for language restoration. Culture is expressed through language; when language is lost, those things that represent a way of life, a way of valuing, and human reality are also lost. However, if you talk to members of a particular culture about language loss, they do not address the symbolism of the language but rather talk about the sacredness of language, the sense of kinship associated with language, and their moral commitment to language. Millions of people worldwide are making an effort to restore or maintain their native language. However, there are many more failures than successes in stabilizing weak languages. One reason is that whenever a weak culture is in competition with a strong culture, it is an unfair match. There is also a kind of resistance among cultural groups to the idea that something is happening to their language. Older people may be talking the language, telling stories in it, and doing all the traditional things in it, but they are not likely to be teaching children the language. By this time it is usually too late, because a new language has entered the picture and a new language-culture relationship has developed. Another reason why language restoration is difficult is because people frequently settle for acquiring the language not as a mother tongue, but during the school experience. Relying solely on the school for language transmission is not effective because it focuses on literacy as opposed to the life of the language and its relationship to the culture. Reversing language shift needs to include strategies directed toward family life, culture building, and promoting a sense of community. Schools alone cannot do this; it will take a concerted effort among all members of a cultural group to ensure that effective strategies are being implemented to foster language transmission from generation to generation. LPEdisi Keempat. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Djendra, I NyomanNasional Departemen PendidikanDepartemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Djendra, I Nyoman. 2012. Kamus Ideal Bahasa Bali, Bali-Indonesia. Denpasar Yayasan Dharma Pura Eco, Umberto. 2004. Tamasya Dalam Hiperrealitas. Jalasutra Yogyakarta. -. 2009. Teori Semiotika. Bantul Kreasi of Basic Balinese Dance Using Augmented Reality on AndroidKadek WibawaSuarWibawa, Kadek Suar. 2016. Application of Basic Balinese Dance Using Augmented Reality on Android, Journal of Theoretical and Applied Information Technology;Hukum Jurnal KomunikasiJurnal Komunikasi Hukum JKH Universitas Pendidikan Ganesha Behavioral Sciences 167 2015 267 -273Kamus Sinonim Bahasa IndonesiaH KridalaksanaKridalaksana, H. 1981. Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. Ende-Flores Nusa Linguistik. Jakarta GramediaH KridalaksanaKridalaksana, H. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta Gramedia.